Liputanbhagasasi.com, CIKARANG PUSAT – Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, Nyumarno, SM, menyampaikan aspirasi penting terkait pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Kabupaten Bekasi. Ia menegaskan, kehadiran PHI di daerah yang dikenal sebagai kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara ini sudah sangat mendesak dan merupakan amanah undang-undang yang belum terlaksana selama lebih dari dua dekade.
“PHI di Kabupaten Bekasi adalah perintah Undang-Undang, tetapi sudah 21 tahun tidak kunjung terealisasi,” ujar Nyumarno, anggota dewan yang juga berasal dari kalangan serikat buruh, di Cikarang Pusat, Kamis (25/09/2025).
Menurutnya, keterlambatan pembentukan PHI sangat merugikan buruh maupun pelaku usaha yang membutuhkan akses peradilan khusus ketenagakerjaan secara cepat dan terjangkau. Nyumarno mengungkapkan, dirinya telah mengikuti proses pengusulan PHI sejak periode pertamanya di DPRD pada 2014–2019.
“Dokumen usulan ini sudah pernah dikirim sejak lama, bahkan sekitar tahun 2022 kembali diajukan. Namun hingga kini belum ada keputusan. Maka untuk itu kita ajukan kembali,” jelasnya.
Nyumarno menambahkan, ia sudah melakukan komunikasi intensif dengan berbagai pihak, mulai dari Mahkamah Agung, organisasi buruh seperti FSPMI, KSPSI, KSPSI AGN, hingga Aliansi PERAK. Dari hasil diskusi, ia menegaskan bahwa pembentukan PHI adalah kewajiban hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (2) UU No.2 Tahun 2004 tentang PPHI.
“Pasal tersebut memerintahkan agar daerah padat industri segera membentuk PHI melalui Keputusan Presiden. Kehadiran PHI di Kabupaten Bekasi akan mempermudah akses keadilan bagi pekerja dan pengusaha,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Nyumarno telah menyampaikan surat resmi kepada Presiden RI, Prabowo Subianto, dengan tembusan kepada Mahkamah Agung, Ketua DPR RI, Gubernur Jawa Barat, sejumlah kementerian, serta organisasi buruh.
“Surat Bupati Bekasi seharusnya bukan sekadar rekomendasi, melainkan usulan resmi untuk Keputusan Presiden. Dorongan ini sudah disuarakan berbagai pihak—politisi, serikat pekerja, hingga akademisi—dengan harapan agar akses keadilan bisa lebih efisien,” katanya.
Nyumarno menilai, pembentukan PHI di Bekasi lebih relevan dibanding daerah lain yang sudah lebih dulu memilikinya. Sebagai contoh, Gresik telah memiliki PHI melalui Keppres No.29 Tahun 2011, padahal jumlah pabrik di Kabupaten Bekasi jauh lebih banyak.
“Saat ini buruh Bekasi masih harus beracara ke PHI Bandung yang jaraknya cukup jauh. Biaya perjalanan dan proses persidangan yang berkali-kali jelas membebani pekerja yang mencari keadilan,” ungkapnya.
Ia menegaskan, keberadaan PHI di Kabupaten Bekasi tidak hanya memudahkan penyelesaian sengketa ketenagakerjaan secara cepat, efisien, dan adil, tetapi juga menyangkut wibawa hukum.
“Ini bukan sekadar aspirasi, tapi amanah undang-undang. Jangan sampai 21 tahun perintah ini terus diabaikan, sementara buruh menanggung beban biaya dan waktu,” imbuhnya.
Selain meminta Bupati Bekasi menyertakan surat kesanggupan menyiapkan lahan sebagai salah satu syarat administratif, Nyumarno juga menekankan bahwa PHI akan berdampak positif terhadap iklim investasi di daerah.
“Dengan adanya PHI, persoalan ketenagakerjaan bisa lebih cepat selesai. Investor pun akan merasa lebih tenang menanamkan modal di Kabupaten Bekasi,” tambahnya.
Nyumarno mengajak seluruh pihak, mulai dari pemerintah daerah, serikat buruh, hingga masyarakat, untuk mendukung perjuangan ini.
“Saya mewakili jutaan buruh di Kabupaten Bekasi memohon perhatian serius Bapak Presiden. Mari kita kawal bersama agar perintah undang-undang ini segera diwujudkan. PHI Kabupaten Bekasi wajib segera dibentuk dengan Keputusan Presiden,” pungkasnya. (Angga/Tim)