• Jelajahi

    Copyright © Liputanbhagasasi
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Dari Kongres PSI 2025 di Solo: Jokowi Komitmen Dukung Penuh, Kaesang Terpilih Lagi dan Prabowo Peringatkan Soal Serakahnomics

    Liputanbhagasasi
    Senin, 21 Juli 2025, 18:30 WIB Last Updated 2025-07-22T14:36:00Z


    Liputanbhagasasi.com - Solo, 21 Juli 2025 - Dinamika politik sedang mengalami disrupsi, dan ini tidak tanggung-tanggung. Dua kekuatan politik besar di tanah air sedang menegaskan komitmen kolaborasinya, mantap melangkah tegas membawa Indonesia ke VIE (Visi Indonesia Emas) 2045.

    Kongres PSI 2025 di Solo yang bertema “PSI Partai Super Terbuka bersama Prabowo-Gibran untuk Indonesia Raya” telah bikin gerah sejumlah kalangan, terutama buat mereka yang sedang berkomplot melanggengkan status-quo dari “monarki politik”-nya (atau paling tidak Oligarki Politik-nya).

    Apa yang dimaksud dengan “monarki politik”? Yaitu estafet kepemimpinan partai politik yang diwariskan tanpa melalui sistem pemilihan terbuka yang sungguh demokratis, satu orang anggota punya satu suara dalam mekanisme pemilihan yang transparan.

    Dalam sistem politik modern seperti yang ditunjukkan oleh PSI, mekanisme pemilihan yang ditunjang oleh teknologi informasi sehingga dimungkinkan untuk para pemilih berpartisipasi secara daring, lewat mekanisme e-vote, semua bisa berpartisipasi (ikut memilih) dari mana saja dan kapan saja.

    Bahkan diwacanakan pula, partisipasi politik yang difasilitasi teknologi ini juga bisa dilakukan untuk pengambilan keputusan-keputusan yang strategis di masa depan. Partisipasi politik rakyat bisa diselenggarakan secara langsung, sehingga legitimasi politik terhadap suatu kebijakan adalah penuh. Legitimasi politik berkorelasi positif terhadap dukungan rakyat.

    Dari 180 ribuan anggota yang terverifikasi dalam Pemilihan Raya PSI, partisipasi politiknya sekitar 80 persen lebih, atau sekitar 150 ribuan. Ini suatu capaian yang fenomenal dalam realitas politik domestik yang telah dicurigai banyak praktek kongkalikongnya, tipsani (tipu sana-sini) dan baysani (bayar sana-sini). Anggota yang terverifikasi adalah kata kunci yang penting disini.

    PSI berhasil menyelenggarakan Pemilu Raya yang bersih dan transparan. Oleh karena itu, ini bisa jadi model pemilu secara nasional di masa mendatang. Memang perlu proses, tapi paling tidak PSI sudah memulainya. Perjalanan seribu mil dimulai dengan langkah pertama.

    Judul tema Pemilihan Raya “One man one vote” telah menerobos (sekaligus mendisrupsi) kejumudan praktek politik “demokrasi pura-pura”. Padahal semua semua sudah tahu sama tahu, selain mesti berdarah biru dengan sang “pemilik” parpol mereka adalah cuma sekedar “petugas partai” yang mesti terus mengabdi. Ada status abdi-dalem dan ada pula abdi-luar, status itu tergantung loyalitas dan lama pengabdiannya.

    Para anggota bukan diperlakukan sebagai partisipan politik yang punya hak suara yang sama. Padahal hak suara ini adalah hal yang eksistensial yang stelsel demokrasi yang sejati. Pemerintahan oleh rakyat (demos-kratos) yang sekaligus perwujudan nyata dari adagium Vox Populi Vox Dei (Suara Rakyat adalah Suara Tuhan). Dimana semua terselenggara dalam hikmat kebijaksanaan.

    Tak bisa (dan tak perlu) disangkal bahwa Kaesang dan PSI adalah representasi dari apa yang disebut dengan Jokowisme. Ini suatu paham tentang progresitivas Indonesia untuk menjadi negara maju (Indonesia Maju), mengatasi banyak jebakan atau yang dikenal dengan “middle-income trap” yang dialami banyak negara-negara Amerika Latin. Jokowinomics adalah stelsel ekonomi-politik yang berhasil menguasai kembali Freeport, ruang udara dari Singapura, dan banyak lainnya.

    Wapres Gibran yang ditugaskan Presiden Prabowo untuk lebih fokus mengurusi Papua adalah gambaran nyata tentang pemerataan pembangunan, developmentalisme yang Indonesia-centris (sama seperti yang dulu dengan rajin dikerjakan Jokowi). Ingat sumber daya alam kita banyak disimpan di wilayah timur Indonesia. Membangun interkonektivitas sebagai jalan darah pembangunan mesti terus ditingkatkan.

    Salah satu jebakan negara-negara sedang berkembang (middle-income trap) yang tergawat adalah seperti disinyalir oleh Presiden Prabowo dalam pidatonya di Kongres PSI 2025 kemarin, yaitu: SERAKAHNOMICS. Korupsi 80 persen dari proyek BTS adalah gambaran nyata serakahnomics.

    Serakahnomics adalah anti-tesis Jokowinomics. Secara sederhana kita artikan sebagai praktek ekonomi yang berbasis keserakahan. Sudah punya tapi mau lebih, sudah punya lebih tapi masih mau lebih dan lebih banyak lagi. Greediness, keserakahan “refers to the excessive and selfish desire for more than one needs or deserves, particularly in the context of wealth, food, or possessions. It's characterized by an insatiable hunger for material gain and a disregard for the needs of others.”

    Keserakahan mengacu pada keinginan yang berlebihan dan egois untuk mendapatkan lebih dari yang dibutuhkan atau pantas didapatkan, terutama dalam konteks kekayaan, makanan, atau harta benda. Keserakahan ditandai dengan rasa lapar yang tak terpuaskan akan keuntungan materi dan mengabaikan kebutuhan orang lain.

    Mengabaikan kebutuhan orang lain. Bagaimana mungkin bisa mencapai “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” kalau keserakahan yang mengabaikan kebutuhan orang lain telah menjalar menjadi semacam “ideologi” dalam mengatur perekonomian?

    Ini semua tercermin dari skala korupsi yang terus menerus meningkat. Dari korupsi ribuan atau ratusan ribu rupiah, meningkat kemampuan nyolongnya jadi jutaan rupiah. Naik kelas lagi jadi ratusan juta bahkan miliaran bilangannya. Terus melaju ke ratusan miliar bahwa ke kelas triliunan.

    Sekarang mulai mulai menyentuh bilangan kuadriliun rupiah. Apa itu? Atau berapa itu? Itu basaran uang korupsi. Iya, berapa itu? Ya kuadriliun. Sampai disini kita sama-sama bingung, maklum kita rakyat jelata belum kuat untuk mikir sejauh itu. Memang masih agak susah mencerna angka sebesar itu. Sayangnya itu skala nyolong alias korupsi, bukan prestasi.

    Serakahnomics. Mula-mula mau bekerja sama, lalu punya orang lain mau dibelinya. Sampai disini masih oke, asal berlandaskan kesepakatan yang adil. Celakanya kalau sampai hak kepemilikan orang lain atau punya negara mau dicuri bahkan dirampas. Kasus-kasus “land-grabbing” (perampasan lahan) oleh si kaya yang di dukung di preman yang di-support si pejabat yang punya kuasa, mereka berkomplot menyedot darah si miskin.

    Kita menonton pejabat-pejabat pajak di negeri ini yang flexing dengan kemewahannya, padahal merekalah apparatus negara sebagai garda terdepan dalam skema distribusi kesejahteraan, pola manajemen negara yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Kita teringat konsep Peter L. Berger dalam bukunya, “The Precarious Vision: A Sociologist Looks at Social Structure”, yang kemudian diterjemahkan oleh A.Rahman Toleng dengan judul “Piramida Kurban Manusia”, yang mengeksplorasi tentang bagaimana struktur sosial, seperti keluarga, agama, dan ekonomi, telah membentuk cara orang berpikir, kemudian berperilaku dan berinteraksi sosial.

    Dinamika manusia yang berjuang demi mempertahankan atau mengubah struktur-struktur ini, seringkali dengan cara yang penuh konflik dan pengorbanan. Menyinggung tentang etika politik dan perubahan sosial. Pada intinya tentang bagaimana struktur sosial mempengaruhi kehidupan manusia dan bagaimana manusia berjuang untuk mempertahankan atau mengubah struktur tersebut. Tidak gampang memang, tapi itulah jalan yang sedang ditempuh.

    Berkelindannya kepentingan politik (dalam artiannya yang mulia: Bonum Commune, demi kemaslahatan dan kesejahteraan bersama) yang tahapannya lewat VIE 2045, dengan realitas sosiologis seperti digambarkan Peter L. Berger tadi, membuat dua kekuatan besar: Jokowi-PSI bersama duet Prabowo-Gibran memantapkan kolaborasinya di Kongres PSI 2025.

    Prabowo dan Jokowi melakukan tiga kali pertemuan di event itu. Sebelum hadir menutup kongres ia menyempatkan mampir ke Jalan Kutai Utara, lalu dilanjutkan sambil menyantap mie-jawa sesaat setelah kongres pada malam yang sama. Kemudian Jokowi mengantar kepulangan Prabowo di bandara Solo. Ketiga pertemuan akrab itu menghapus isu “pecah Kongsi” yang konyol yang sengaja disebarkan para penyinyir yang disponsori antek asing maupun pemain lokal.

    Kolaborasi Jokowi-PSI (Kaesang) dengan Prabowo-Gibran inilah yang bakal terus mengikis jebakan (middle-income trap: serakahnomics) sambil menyiapkan generasi emas (makan bergizi gratis dan sekolah rakyat) demi memantapkan langkah membawa Indonesia menjelang visi emasnya di tahun 2045. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Indonesia-centris dalam developmentalismenya.

    Memang tidak gampang, musuh dalam selimut di dalam negeri dan kecemburuan negara-negara asing tidak akan tinggal diam. (Bachtiar)
    Sumber : Andre Vincent Wenas*,MM,MBA., / Pemerhati Ekonomi Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

     

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini